Mengamalkan Sunnah sesuai Sunnah
Sunnah adalah perbuatan yang apabila dikerjakan oleh seorang Mukmin maka ia akan mendapatkan pahala dari Alloh, namun apabila ia tidak megerjakannya itu tidak akan menjadi dosa baginya. Sunnah juga dikenal dengan istilah lain seperti mustahab, mandub, nafilah, tathowwu' dsb. Ini sesuai dengan penjelasan para 'ulama Ahli Fiqih.
Melaksanakan amalan sunnah tentu adalah kebaikan yang paripurna yang tidak diselisihi lagi oleh siapapun. Mengerjakan dan melazimi amalan sunnah bisa menyebabkan seseorang mendapatkan kecintaan yang khusus dari Alloh, atau dengan istilah lain dia akan menjadi "Wali" atau kekasihnya Alloh. Alloh berfirman dalam hadits Qudsi :
"Dan tidaklah hambaku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai kecuali dengan apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan nafilah (sunnah) hingga Aku pasti akan mecintainya." (HR. Bukhori)
Sungguh kabar yang menggembirakan sekali ketika kita bisa melihat hari ini semakin banyak orang yang bersemangat mengamalkan sunnah. Namun, keprihatinan muncul ketika semangat mengamalkan sunnah ini tidak diiringi dengan ilmu yang memadai. Salah satunya adalah melaksanakan sunnah tidak sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan. Ini adalah antitesis dari orang-orang yang menggampangkan sunnah, slogan mereka yang masyhur adalah "Ah...inikan cuma sunnah".
Sekarang banyak yang semangat melakukan sunnah tapi tidak mengetahui kapan waktu yang tepat untuknya. Modal semangat tanpa didasari dengan keilmuan. Seharusnya mengamal sunnah mendatangkan kesejukan tapi justru karena salah tempat menjadi penyebab kegerahan. Atau istilah yang mungkin lebih pas adalah "mengamalkan sunnah dengan cara yang menyelisihi sunnah".
Mengenai hal itu ada cerita yang layak untuk disimak dan direnungi dari Syeikh Muhammad al-Ghazali. Suatu ketika beliau menyampaikan kuliah. Duduklah salah satu murid tepat di depan beliau duduk. Murid itu setiap waktu bersiwak. Ia terus menggerakkan siwak di mulutnya, ke kanan ke kiri dan terus menerus. Sesekali ia biarkan siwak itu menempel di mulutnya, lalu ia kembali bersiwak dan menggeraknya dengan tangan ke kanan dan ke kiri.
Syeikh merasa terganggu konsentrasinya. Gerakannya terlalu sering hingga mengganggu fokus. "Nak, tolong sudahi siwakanmu itu. Kamu mengganggu konsentrasi saya," kata syekh kepada murid tersebut. "Hai, syeikh! ini sunnah nabi. Apakah kamu mengingkari sunnah?" jawabnya dengan suara meninggi semangat.
Syekh diam dan terkejut atas jawaban tadi. "Nak, mencabut bulu ketiak itu juga sunnah, apakah kamu akan mencabutinya di majelis ini juga?".
Seisi ruangan tertawa. Ia akhirnya malu. Ini akibat dia kurang wawasan akan sunnah. Tidak melihat waktu dan tempat. Bagaimana situasi, kondisi dan keadaannya.
Ilmu adalah dasar dalam melaksanakan sunnah dengan baik. Jangan sampai kita menginginkan pahala besar dari mengamal sunnah, tapi kita mengerjakannya dengan cara yang menyelisihi sunnah itu sendiri.
Allahuma sholi 'ala sayidina Muhammad nabiyil umiy wa 'ala 'alihi wa shohbihi wa salim
Tidak ada komentar: