Hukum Memasang Foto di Media Sosial
Pertanyaan :Assalamu'alaikum. Afwan pak mau tanya soal pasang foto di medsos itu gimana sih menurut Islam ? Ada orang bilang niat hijrah tapi masih suka buat history foto dan pasang foto. Bagaimana menurut Islam ?? Bukankah wanita itu sumber fitnah dari manapun ya pak ?Kalau ngeyel batas aurat wanita itu muka dan telapak tangan terus jawabnya gimana ? Kan kita juga nggak tahu andai kita pasang foto, foto kita buat orang mengagumi kita atau nggak, bikin syahwat atau nggak ? Apakah memang nggak sebaiknya distop buat pasang foto ?Syukron. (Oky - Blora)
Jawaban :
Wa'alaikumussalam Warohmatulloh Wabarokatuh
Di zaman modern ini, sosial media memang menjadi bagian tersendiri dari kebutuhan masyarakat. Tak jarang sosial media (dunia maya) jauh lebih mendominasi dibandingkan dengan alam nyata itu sendiri. Di sosial media itu kita bisa sharing apapun, yang bermanfaat ataupun tidak. Setiap orang bisa mengenali kita dengan foto yang kita pasang dan mereka juga bisa tahu bagaimana aktivitas kita dengan berbagai postingan yang kita unggah ke sana.
Sejatinya, interaksi kita di dunia maya kurang lebih sama hukumnya dengan di alam nyata. Apa yang halal di alam nyata, maka halal pula di dunia maya. Begitu pula dengan apa yang terlarang.
Batasan Aurat Wanita
Batasan aurat bagi wanita di hadapan lelaki yang bukan mahrom dan atau di hadapan masyarakat yang campur baur antara laki-laki dan perempuan menurut mayoritas ahli Fiqih adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan sebagian yang lainnya mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk wajah. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa suara wanitapun termasuk aurat berdasarkan keumuman hadits Nabi : "Sesungguhnya perempuan itu adalah aurat". Semua pendapat ini lahir dari perbedaan penafsiran ayat ke 31 dalam surah An-Nur tentang makna perhiasan yang biasa nampak. Alloh berfirman :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An-Nur ayat 31)
Pendapat yang manapun yang kita pilih atau dipilih oleh orang lain, maka mari kita berlapang dada menerimanya. Semua itu ada dalilnya dan ada 'ulama yang otoritatif yang mengawal.
Itulah batasan aurat dalam pengertian sesuatu yang harus ditutupi oleh seorang wanita. Adapun aurat dalam pengertian sesuatu yang terlarang untuk dipandangi apalagi dieksploitasi tanpa kepentingan yang dibenarkan syari'at dari seorang wanita oleh laki-laki non mahrom, adalah seluruh tubuhnya tanpa terkecuali. Bahkan ini juga berlaku bagi seorang wanita terhadap laki-laki non mahromnya. Alloh berfirman :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An-Nur ayat 30)
Wanita adalah Sumber Fitnah
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda :
Berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena permulaan fitnah bagi Bani Israil adalah karena wanita. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada peringatan bagi setiap muslim laki-laki agar tidak tertipu dengan fitnah wanita. Fitnah itu bisa saja terjadi karena hal-hal yang bisa menimbulkan syahwat seperti berinteraksi dengan wanita tanpa batas, memandang wanita yang bukan mahrom atau bahkan terlena dengan kecantikan istri hingga meninggalkan kewajibannya.
Memandang Foto
Foto adalah gambar yang didapat dengan menangkap bayangan suatu benda, konsep dasarnya serupa dengan cermin. Sehingga seseorang yang melihat ke foto sama saja hukumnya dengan seseorang melihat ke cermin atau permukaan air. Dia tidak melihat benda aslinya, melainkan hanya bayangannya saja.
Dalam kaitannya dengan hukum melihat gambar di foto sebenarnya tidak berbeda jauh dengan melihat aslinya, meski dari beberapa tempat ada perbedaan hukum. Melihat foto wanita yang tidak lepas dari fitnah, maka hukumnya harom tanpa perselisihan di kalangan 'ulama. Sedangkan apabila bebas dari fitnah, maka terdapat dua pendapat. Pendapat pertama adalah diperbolehkan. Sedangkan pendapat kedua adalah tetap harom. Namun tetap semua harus dalam koridor menjaga pandangan bukan mengumbar liar, karena itu adalah kewajiban yang telah ditetapkan.
Imam An-Nawawi (w. 676 H) menuliskan di dalam kitabnya Raudhatu At-Thalibin sebagai berikut :
الضَّرْبُ] الْأَوَّلُ: نَظَرُ الرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ، فَيَحْرُمُ نَظَرُهُ إِلَى عَوْرَتِهَا مُطْلَقًا، وَإِلَى وَجْهِهَا وَكَفَّيْهَا إِنْ خَافَ فِتْنَةً. وَإِنْ لَمْ يَخَفْ، فَوَجْهَانِ، قَالَ أَكْثَرُ الْأَصْحَابِ لَا سِيَّمَا الْمُتَقَدِّمُونَ: لَا يَحْرُمُ، لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: (وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا) [الْأَحْزَابِ: 31] وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، لَكِنْ يُكْرَهُ، قَالَهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَغَيْرُهُ. وَالثَّانِي: يَحْرُمُ, قَالَهُ الِاصْطَخْرِيُّ وَأَبُو عَلِيٍّ الطَّبَرِيُّ، وَاخْتَارَهُ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ، وَالْإِمَامُ، وَبِهِ قَطَعَ صَاحِبُ (الْمُهَذَّبِ) وَالرُّويَانِيُّ
Seorang laki-laki diharamkan melihat aurat wanita secara mutlak juga tidak dibolehkan memandang wajah dan kedua telapak tangan jika khawatir terjadi fitnah. Tapi jika bebas dari fitnah maka ada dua pendapat: yang pertama tidak diharamkan, dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama madzhab ini terutama para ulama pendahulu As-Syafiiyah, dengan dalil firman Allah SWT: ”dan janganlah para wanita menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak” dan itu ditafsirkan sebagai wajah dan telapak tangan. Walaupun itu tidak diharamkan tetapi hal itu makruh menurut Syaikh Abu Hamid dan lainnya. Sedangkan pendapat yang kedua adalah tetap diharamkan meskipun itu bebas dari fitnah dan pendapat yang kedua ini adalah pendapat Ishthahriy, Abu Ali Ath-Thabari, Syaikh Abu Muhammad, Imam Al-Haramain, juga penulis kitab Al-Muhadzab (Asy-Syairozi) dan Ar-Ruyani.
Memasang Foto
Dari berbagai penjelasan di atas, maka memasang foto di media sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan syarat menghindari segala macam jalan menuju fitnah, seperti membuka aurat, berpose yang mengandung unsur erotis atau semacamnya yang bisa mengundang syahwat, penggunaan make up yang mencolok atau editing yang menipu dan lain semacamnya.
Tambahan :
Beberapa waktu terakhir, terdapat info yang menyebar luas di internet tentang perilaku menyimpang seorang laki-laki yang suka menyimpan foto akhwat-akhwat bercadar dan menurut kesaksian yang disampaikan dalam screenshot chatting dengan pihak terkait, dia mengaku terbangkitkan birahinya ketika melihat foto-foto serupa itu bahkan ada yang bangkit birahi hanya karena kain. Wal 'iyyadzu billah.
Beredar pula bersamaan dengan kabar cacat psikologis itu dengan ajakan untuk meninggalkan aktivitas mengunggah foto bagi para akhwat seakan itu adalah sesuatu yang diharomkan karena meskipun bercadar tetap saja memicu syahwat, demikian alasan yang disampaikan.
Tentu apabila saudari muslimah ingin stop unggah foto sebagai kehati-hatian, maka itu adalah perbuatan baik. Dan itu sangat bisa membantu saudara-saudara muslim dalam menjaga pandangan. Tapi tentu kita juga tak bisa semena-mena mengharamkan apa yang halal dan diperbolehkan.
Adapun dengan kejadian laki-laki yang menyimpang, itu adalah anomali karena itu nyata-nyata sebuah penyakit psikis. Tentu tidak semua laki-laki seperti itu, bahkan itu hanya sedikit. Sehingga yang seharusnya dibahas hukumnya bukan foto wanita atau objek khayalan birahi sakitnya, tapi perilku dan penyimpangan laki-laki tersebut.
Kewajiban wanita hanya menutup auratnya dan menghindari pose yang mengarah pada fitnah, sedangkan kewajiban laki-laki adalah menjaga pandangan. Sedangkan laki-laki yang berpenyakit tadi, jangankan foto wanita bercadar, kain kosong saja bisa jadi sarana imajinasi kotornya. Bahkan foto ayam betinapun bisa membuatnya birahi, bukan karena salah fotonya atau ayamnya atau kainnya atau apalah, tapi yang bermasalah adalah kejiwaannya.
Lebih dari itu saya pribadi menilai, bahwa itu sengaja dimunculkan untuk mengurangi kuantitas foto wanita muslimah berbusana syar'i di dunia maya dan yang beredar tinggal foto-foto wanita yang berpakaian tapi telanjang atau bahkan yang benar-benar telanjang. Karena banyaknya foto wanita muslimah berbusana syar'i itu nyata menjadi sebuah publikasi masiv dan syi'ar dakwah tersendiri. Betapa banyak saudari kita yang sebelumnya enggan menutup aurat, tapi setelah melihat berbagai foto saudarinya menutup aurat dan berbusana syar'i akhirnya ia mendapatkan hidayah untuk turut serta menutup aurat. Mungkin salah satu dari mereka adalah anda.
Wallohu a'lam.
Wassalamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Tidak ada komentar: