Memahami Makna Berakidah

Istilah Akidah tentu bukan kata yang asing dalam benak seorang muslim. Mereka terbiasa mendengar bahkan menggunakan kata ini, terutama dalam mengungkapkan setiap hal yang berkaitan dengan apa yang mereka yakini. Istilah ini telah disepakati semua umat Islam sebagai bagian pokok dalam beragama. Wilayah akidah tentu bukan perkara yang main-main karena ini berkaitan langsung dengan selamat atau tidaknya keyakinan dan cara beragama seseorang. Seseorang bisa dicap buruk atau bahkan menyimpang dan tersesat ketika mereka menyalahi poin-poin dalam berakidah karena ibarat pohon, aqidah adalah bagian akar dari pohon keislaman seseorang. Kalau akarnya buruk, tentu pohon itu tak akan tumbuh dengan baik. Berikut ini adalah beberapa penjelasan tentang makna akidah dan posisinya dalam keberagamaan seorang Muslim.
 
Definisi Akidah

Secara bahasa, akidah berasal dari kata al-‘aqdu dalam bahasa Arab yang artinya adalah mengikat sesuatu. Maka, kalimat (عقد الحبل)  diartikan mengikat tali dan kalimat ( عقد العهد)  diartikan sebagai mengadakan atau mengokohkan perjanjian. Dalam Al-Qur’an Alloh menggunakan kata عقد  dalam 6 tempat yaitu QS. Al-Baqoroh ayat 235 dan 237 (tentang ikatan pernikahan); QS. An-Nisa’ ayat 33 & al-Ma’idah ayat 89 (tentang sumpah); QS. Thoha ayat 27 (tentang kekeluan lisan Nabi Musa) dan QS. Al-Falaq ayat 4 (tentang buhul tali yang ditiup oleh penyihir).

Sedangkan secara istilah, akidah dimaknai sebagai ilmu tentang hukum-hukum syari’at dalam bidang keyakinan yang diambil dari dalil-dalil mutlak dan menolak segala macam kerancuan serta semua dalil-dalil khilafiyah yang cacat. Berbeda halnya dengan ilmu Fiqh yang memfokuskan diri dalam bidang ‘amaliyah (perbuatan seorang mukallaf), ilmu Akidah terfokus dalam bidang keyakinan. Namun keduanya adalah bagian dari syari’at Islam yang Alloh tetapkan bagi setiap Muslim dalam beragama.

Lebih khusus lagi, akidah biasa juga diartikan dengan konten yang dibahas di dalamnya meliputi keimanan  kepada Alloh, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para rosul-Nya, hari Akhir dan keimanan kepada qodar yang baik maupun yang buruk. Dengan kata lain, akidah berdasar kontennya sering disebut sebagai rukun Iman yang enam.

Antara Akidah dan Tauhid

Kata akidah dan tauhid seringkali dipakai dan dimaknai dengan arti yang sama. Seseorang yang berakidah adalah orang yang mengesakan Alloh dengan ketauhidan. Begitupun sebaliknya, seseorang dengan ketauhidan yang lurus maka diapun telah berakidah dengan benar. Hal ini bisa dibenarkan karena kedua kata ini memang saling berkaitan meskipun kalau dimutlakkan, maka keduanya memiliki makna yang berbeda. Akidah, sebagaimana yang telah dijelaskan adalah aspek keyakinan dalam pembahasan syari’at. Maknanya, semua hal yang berkaitan dengan perkataan dan perbuatan hati seorang hamba Alloh masuk dalam pembahasan akidah sekalipun seringkali pula akidah turut campur dalam perkara dhohir (perkataan lisan dan perbuatan anggota badan) dikarenakan perbuatan dhohir adalah buah dari apa yang diyakini dalam hati.

Sedangkan tauhid adalah perbuatan mengesakan Alloh dalam hal-hal kekhususannya yang biasa diklasifikasikan oleh para ‘ulama menjadi 3 aspek; rububiyah (berkaitan dengan keesaan Alloh sebagai Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala urusan makhluk), uluhiyah (berkaitan dengan keesaan Alloh dalam hak untuk diibadahi) dan asma’ wa shifat (berkaitan dengan nama-nama beserta sifat-sifat yang telah Alloh tetapkan bagi diri-Nya).
Dari penjelasan ini, nyatalah bahwa tauhid murni membahas masalah pengesaan Alloh saja. Adapun akidah membahas seluruh bagian keyakinan seseorang. Atau dengan kata lain tauhid adalah satu pembahasan di antara berbagai macam hal yang dibahas dalam akidah seorang muslim.

Statemen “seseorang berakidah benar kalau tauhidnya lurus" adalah benar karena tauhid adalah inti awal pembahasan akidah. Kelurusan tauhid menjadi awal sebab lurusnya keyakinan yang lainnya. Jika seseorang benar dalam memahami tentang keesaan Alloh, maka ia akan dimudahkan dalam meyakini dengan benar tentang malaikat, kitab, nabi dan rosul, hari kiamat, qodho dan semua pembahasan yang berkaitan dengan akidah. Sebaliknya, kalau ada seseorang salah memahami tentang malaikat, kitab, nabi dan Rosul Alloh dan seterusnya; hal itu terjadi karena ia telah salah dalam memahami ketauhidan Alloh.

Menjadi Seorang Yang Berakidah

Akidah seseorang adalah bagian pondasi keagamaan seseorang. Ia menjadi standar benar atau rusaknya bangunan agama seseorang. Hal ini karena seseorang yang rusak akidahnya, akan mengakibatkan rusak pula amalnya. Sebagaimana Alloh firmankan di ayat terakhir surat al-Kahfi:

فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS. Al-Kahfi : 110).

Ini berarti amal sholih saja tiada cukup jika tak diimbangi dengan pengesaan kepada Alloh. Atau dengan kata lain, seorang yang tidak mengesakan Alloh yang ini menunjukkan rusaknya akidah sebagaimana telah dijelaskan, maka tiada berguna semua amal yang telah dikerjakannya.

Dengan posisinya yang begitu urgen dalam keagamaan seseorang inilah, akidah harus menjadi fokus pertama dan utama. Kita hendaknya senantiasa membenarkan segala yang salah dan meluruskan segala yang bengkok dalam keyakinan kita.

Seorang yang akidahnya benar adalah apabila akidahnya sejalan dengan apa yang Alloh dan Rosul-Nya tetapkan untuk diyakini serta selamat dari segala kerancuan dan keraguan yang disebabkan terkotori oleh hawa nafsu dan syubhat.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.