Hakikat Tauhid dan Kedudukannya (1)
Tauhid adalah pokok pembahasan pertama dalam
akidah Islam. Bahkan ia merupakan inti dari agama Islam itu sendiri. Alloh
menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi-Nya karena dengan
Islam beserta ajaran tauhidnya inilah Alloh menyeru manusia untuk kembali
kepada fitroh yang telah ditetapkan-Nya dalam mengagungkan Alloh dengan
sebenar-benar pengagungan. Demi tegaknya tauhid ini pula, Alloh utus para Nabi
dan Rosul, menguatkan berita pengutusannya dengan mukjizat dan menyertai mereka
dengan kitab-kitab untuk mereka ajarkan kepada umat manusia.
Makna Tauhid
Istilah tauhid adalah kata dasar dalam bahasa
Arab yang diambil dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan (ÙˆØّد – يوØّد –
توØÙŠØ¯Ø§ ) yang berarti
“menunggalkan”, yaitu menjadikan sesuatu yang banyak menjadi satu saja dengan
mengingkari segala sesuatu selain yang satu itu. Adapun makna tauhid jika
dipahami secara bahasa syari’at adalah mengesakan Alloh disertai peniadaan
sekutu bagi-Nya dalam hal rububiyah, uluhiyah serta asma’ dan sifat-Nya.
Yakni dengan meyakini bahwa Alloh adalah satu-satunya Robb (Pencipta,
Pemilik dan Pemelihara) segala sesuatu. Dialah satu-satunya yang berhak
diibadahi yang tiada sekutu bagi-Nya. Segala yang diibadahi selain Dia adalah
batil. Dia juga memiliki segala sifat kesempurnaan serta bersih dari segala
cacat dan kekurangan. Dia memiliki nama-nama yang indah serta sifat-sifat yang
luhur.
Tujuan Penciptaan Manusia dan Jin
Alloh dengan segala keagungan, keluasan ilmu
dan kedalaman hikmah-Nya mustahil berbuat sesuatu yang tak berguna dan
menciptakan sesuatu lalu kemudian menyia-nyiakannya begitu saja. Segala
perbuatan dan penciptaan-Nya tentu mengandung hikmah dan tujuan yang luar
biasa. Termasuk di dalam pembahasan ini adalah penciptaan jin dan manusia. Keduanya
merupakan jenis makhluk yang Alloh bedakan dari selainnya.
Manusia dan jin Alloh ciptakan dan khususkan
dengan beban taklif. Alloh embankan kepada keduanya beban syari’at berupa
perintah dan larangan, lalu Alloh janjikan untuk keduanya surga bagi yang taat
dan neraka bagi yang bermaksiat. Tentu untuk yang demikian itu, tak mungkin
Alloh menciptakan keduanya untuk kemudian dibiarkan begitu saja tanpa tujuan. Tujuan
keduanya diciptakan pastilah adalah hal yang sangat agung.
Alloh telah
berfirman:
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ۡتُ ٱلۡجِÙ†َّ ÙˆَٱلۡØ¥ِنسَ Ø¥ِÙ„َّا
Ù„ِÙŠَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa hikmah dan tujuan
penciptaan manusia bukan agar mereka bersenang-senang dan bermain-main di dunia,
bukan pula untuk berlomba memperbanyak harta dan keturunan, melainkan mereka
diciptakan hanya untuk satu tujuan besar yaitu beribadah kepada Alloh.
Di antara para ‘ulama menafsirkan kata “agar
mereka beribadah kepada-Ku” dengan makna “agar mereka mengenal-Ku”. Ada
pula yang menafsirkan dengan makna “agar mereka mentauhidkan-Ku” yakni
agar mereka mengesakan Aku dalam beribadah. Makna dan tafsiran ini pada
dasarnya tidaklah berbeda bahkan satu dengan yang lainnya saling
menyempurnakan. Maksudnya adalah seorang hamba akan semakin sempurna
peribadahannya kepada Alloh dengan semakin sempurna ia mengenal Alloh. Dan semakin
seorang hamba kenal dengan Alloh, semakin sempurna peribadahannya kepada Alloh
dan itu terealisasikan dalam mentauhidkan-Nya dalam beribadah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Adapun makna beribadah tentu bukan sekedar apa
yang kita sebut dengan ritual-ritual keagamaan seperti sholat, puasa, haji dan
lain-lain. Akan tetapi yang disebut ibadah adalah segala sesuatu yang bisa mendatangkan
kecintaan dan keridhoan Alloh apabila kita ucapkan atau lakukan baik yang
sifatnya nampak atau tersembunyi. Hal demikian itu terlarang bagi kita untuk
memberikannya kepada selain-Alloh atau memberikannya kepada Alloh dan juga
kepada selain-Nya karena itu berarti kita telah menyelisihi tujuan penciptaan
kita yaitu mengesakannya dalam ibadah.
Tidak ada komentar: