Empat Mazhab Menilai Hukum Puasa Rajab
Mendekati bulan Rajab hingga memasukinya, tentu menjadi momen tersendiri bagi para penggiat dakwah di alam nyata maupun di dunia maya. Ini karena memang ada satu hal yang terasa perlu untuk disampaikan sesuai dengan perspektif dakwah para da'i mengenai bulan Rajab dan "even" ibadah di dalamnya.
Terkait dengan itu beredar banyak artikel, gambar dan fatwa yang sengaja disebar di dunia maya tentang "Kebid'ahan" Puasa Rajab. Sementara lain, para Kyai dan asatidz kita di alam nyata mengajarkan kepada umat untuk menyemarakkan bulan Rajab ini dengan berbagai amalan sholih, tak terkecuali berpuasa di bulan Rajab. Umatpun bingung. Di alam nyata mereka dianjurkan dan disemangati tapi ketika mereka masuk ke dunia maya yang hari ini hampir-hampir tak bisa lepas dari alam nyata, mereka mendapati bermacam materi yang bertolak belakang.
Dalam tulisan kali ini, saya akan mengutipkan untuk para pembaca, bagaimana Empat Mazhab Besar dalam menilai Hukum Puasa Rajab. Apakah Puasa Rajab itu Sunnah ataukah Makruh ataukah Bid'ah ?
Tentu, Empat Mazhab ini adalah rujukan yang paling tepat bagi umat dalam memilih fatwa. Karena sudah tidak diragukan lagi otoritas dan kemampuannya dalam berfatwa, ditambah dengan fakta bahwa Empat Mazhab ini telah dikaji ulang, didukung dan dikawal oleh Ribuan bahkan Jutaan 'ulama sepanjang zaman. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam sebagai Pewaris Para Nabi dan mereka tidak akan bersepakat di atas kesesatan.
Mazhab Syafi'iyah
Para 'Ulama yang berkumpul dalam Mazhab terbesar di dunia dan terbanyak dianut oleh masyarakat di negeri kita ini bersepakat bahwa hukum Puasa Rajab adalah SUNNAH.
Ibnu Shalah (w. 643 H), salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyyah menuliskan dalam fatwanya, Fatawa Ibnu Shalah sebagai berikut :
لا إثم عليه في ذلك ولم يؤثمه بذلك أحد من علماء الأمة فيما نعلمه بلى قال بعض حفاظ الحديث لم يثبت في فضل صوم رجب حديث أي فضل خاص وهذا لا يوجب زهدا في صومه فيما ورد من النصوص في فضل الصوم مطلقا والحديث الوارد في كتاب السنن لأبي داود وغيره في صوم الأشهر الحرم كاف في الترغيب في صومه وأما الحديث في تسعير جهنم لصوامه فغير صحيح ولا تحل روايته والله أعلم
Tidak berdosa bagi yang berpuasa Rajab, dan tidak ada satupun ulama umat ini yang mengatakan ia berdosa dari yang kami tahu. Ya memang benar banyak ahli hadits yang mengatakan hadits-hadits rajab –secara khusus- tidak shahih. Dan ini tidak menjadikan puasa Rajab itu terlarang, karena adanya dalil-dalilnya anjuran puasa secara mutlak, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam kitab Sunan-nya juga ulama lain dalam anjuran puasa pada bulan Rajab, dan itu cukup untuk memotivasi umat ini untuk puasa Rajab. Sedangkan hadits nyalanya api neraka Jahannam untuk mereka yang sering berpuasa Rajab, itu hadits yang tidak shahih, dan tidak dihalalkan meriwayatkannya. Wallahu a’lam.
Al-'Izz ibnu Abdissalam (w. 660 H) juga punya pendapat yang dikutip oleh Ibnu Hajar Al-Haitsami, dimana beliau berfatwa sebagai berikut :
والذي نهى عن صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون منهيا عنه مع أن العلماء الذين دونوا الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره صومه
Orang yang melarang puasa Rajab itu jahil dari sumber-sumber hukum syariah. Bagaimana bisa puasa rajab diharamkan, sedangkan para ulama yang men-tadwin-kan syariah ini tidak satu pun dari mereka yang membenci puasa rajab tersebut.
As-Suyuthi (w. 911 H) ketika menjelaskan hadits-hadits terkait dengan puasa bulan Rajab, beliau menyimpulkan bahwa hadits-hadits itu bukan hadits palsu, melainkan sekedar dhaif. Dan tetap dibolehkan periwayatannya untuk keutamaan amal. Beliau menuliskan dalam fatwanya itu pada kitab Al-Hawi lil Fatawa sebagai berikut :
ليست هذه الأحاديث بموضوعة، بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل
Semua hadits ini bukan palsu (maudhu'), melainkan termasuk lemah (dhaif) yang dibolehkan periwayatannya untuk keutamaan (fadhail).
Mazhab Hanafiyah
'Ulama Mazhab Hanafiyah juga menyepakati keSUNNAH-an Puasa Rajab. Berikut 'ibarohnya :
( المرغوبات من الصيام أنواع ) أولها صوم المحرم والثاني صوم رجب والثالث صوم شعبان وصوم عاشوراء. الفتاوي الهندية 1/202
Macam-macam Puasa Sunnah, yang pertama adalah puasa Muharrom, kedua puasa Rajab dan ketiga puasa Sya'ban dan puasa 'Asyuro. (Al-Fatawa Al-Hindiyah : 1/202)
Mazhab Malikiyah
Para 'ulama dalam Mazhab Malikiyah juga menyatakan bahwa puasa Rajab adalah salah satu puasa yang diSUNNAHkan. Imam Ash-Shawi (w. 1241 H) dari kalangan ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Bulghatus-Salik ketika menjelaskan tentang puasa-puasa sunnah, beliau memasukkan di dalamnya puasa Rajab.
وصوم رجب : أي فيتأكد صومه أيضا وإن كانت أحاديثه ضعيفة لأنه يعمل بها في فضائل الأعمال
Puasa Rajab: yakni dikuatkan (untuk kesunahan) puasa Rajab juga walaupun hadits-haditsnya dhaif, karena hadits dhaif boleh diamalkan dalam hal fadhail a’mal.
Mazhab Hanabilah
Umumnya para 'ulama Mazhab Hanabilah mengatakan bahwa hukum mengkhususkan Puasa Rajab secara keseluruhan (satu bulan penuh) adalah MAKRUH. Namun apabila puasanya diselang seling (misal sehari puasa, sehari tidak), maka kemakruhannya akan hilang. Ibnu Qudamah (w. 620 H) salah satu ulama rujukan dalam mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فصل - إفراد رجب بالصوم : ويكره إفراد رجب بالصوم قال أحمد: وإن صامه رجل، أفطر فيه يوما أو أياما، بقدر ما لا يصومه كله. ووجه ذلك، ما روى أحمد، بإسناده عن خرشة بن الحر، قال: رأيت عمر يضرب أكف المترجبين، حتى يضعوها في الطعام. ويقول: كلوا، فإنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية
Pasal Mengkhususkan Rajab Untuk Puasa : Dan dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa. Imam Ahmad berkata bahwa kalau mau seseorang berpuasa sehari dan tidak puasa sehari tetapi jangan puasa sebulan. Dasarnya adalah hadits riwayat Ahmad dari Kharsayah bin Al-Hurri, dia berkata,"Aku melihat Umar memukul telapak tangan orang yang mutarajjibin (puasa di bulan Rajab) sambil berkata,"Makanlah". Karena bulan Rajab itu bulan yang diagungkan oleh orang Jahiliyah
Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama dalam mazhab Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya Al-Inshaf sebagai berikut :
قوله (ويكره إفراد رجب بالصوم) هذا المذهب وعليه الأصحاب
Pendapatnya mengkhususkan puasa Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh. Itulah pendapat mazhab dan para pendukungnya.
Dalil Sunnah-nya Puasa Rajab
Dari pembahasan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Jumhur 'Ulama bersepakat bahwa hukum Puasa Rajab adalah SUNNAH. Yang menyelisihi hanyalah dari Mazhab Hanabilah yang mengatakan bahwa hukumnya Makruh apabila pusa sebulan penuh. Namun, apabila tidak sebulan penuh maka kemakruhannya hilang dan kembali menjadi SUNNAH.
Memang demikianlah, puasa di luar Romadhon -selain yang dilarang- kapanpun adalah sunnah hukumnya. Bukan Bid'ah. Apalagi di bulan Harom seperti Rajab dan yang lainnya, maka kesunnahannya lebih ditekankan lagi sebagaimana dalam hadits shohih :
صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ
Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah 3 hari setelahnya, dan kemudian puasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Wallohu a'lam
Tidak ada komentar: